BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu
profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus
untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer,teknikdan desainer
Seseorang yang memiliki suatu profesi
tertentu, disebut profesional. Walaupun
begitu, istilah profesional juga digunakan untuk suatu aktivitas yang menerima
bayaran, sebagai lawan kata dari amatir. Contohnya adalah petinju profesional
menerima bayaran untuk pertandingan tinju yang dilakukannya, sementara olahraga
tinju sendiri
umumnya tidak dianggap sebagai suatu profesi.
Secara emplisit sesungguhnya telah
tersimpul beberapa ciri pokok yang membedakan suatu jenis pekerjaan yang telah
dapat diidentifikasi sebagai suatu profesi dari jenis kategori pekerjaan
lainnanya. Telah sejak lama permasalahan karekteristik keprofesian tersebut
menjadi perhatian dan fokus telaahan banyak pakar yang meminatinya. Tiada
keseragaman kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai perangkat
karekteristik keprofesian tersebut.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Bertitik tolak dari latar belakang Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan
terhadap suatu pengetahuan khusus maka kami mengidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1.
Seperti apakah
karakteristik orang yang memiliki profesi?
2.
Apa saja yang menjadi
syarat seseorang memeiliki profesi?
C.
TUJUAN
PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini secara formal adalah untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok mata kuliah “Etika Profesi” tentang karakteristik dan syarat profesi.
Tujuan yang
lainnya yaitu untuk mengetahui karakteristik dan syarat-syarat seorang profesi
untuk menjadi seorang yang professional.
D.
MANFAAT
PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai
pelajaran kita sebagai calon guru untuk menjadi guru yang professional yang
menjungjung etika profesionalisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KARAKTERISTIK PROFESI
Profesi adalah pekerjaan, namun tidak
semua pekerjaan adalah profesi. Profesi mempunyai karakteristik sendiri yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya. Daftar karakterstik ini tidak memuat
semua karakteristik yang pernah diterapkan pada profesi, juga tidak semua ciri
ini berlaku dalam setiap profesi
Lieberman (1956), mengemukakan bahwa
karakteristik profesi kalau dicermati secara seksama ternyata terdapat
titik-titik persamaanya. Diantara pokok-pokok persamaannya itu iyalah sebagai
berikut:
1.
Khas, Nyata, Dan, Pelayanannya
Penting
Profesi itu merupakan suatu jenis
pelayanan atau pekerjaan yang unik (khas), dalam arti berbeda dari jenis
pekerjaan atau pelayanan apapun yang lainnya. Disamping itu, profesi juga
bersifat definitif dalam arti jelas batas-batas kawasan cakupan bidang
garapannya (meskipun mungkin sampai batas dan derajat tertentu ada
kontingensinya dengan bidang lainnya). Selanjutnya, profesi juga merupakan
suatu pekerjaan atau pelayanan yang sangat penting, dalam arti hal itu amat
dibutuhkan oleh pihak penerima jasa sementara pihaknya sendiri tidak memiliki
pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan untuk melakukannya sendiri.
2.
memerlukan Kemampuan Intelektual
Dalam Melaksanakan Tugasnya
Pelayanan itu amat menuntut
kemampuan kinerja intellektual, yang berlainan dengan keterampilan atau
pekerjaan manual semata-mata. Benar, kemampuan profesi juga terkadang
mempergunakan peralatan manual dalam praktek pelayanannya, seperti seorang
dokter bedah misalnya menggunakan pisau operasi, namun proses penggunaannya
dibimbing oleh suatu teori dan wawasan intelektual.
3.
Memerlukan Pelatihan Yang Sangat
Lama
Perolehan penguasaan dan pengetahuan
intelektual (wawasan atau visi dan kemampuan atau kompetensi serta kemahiran
atau skills) serta sikap profesional tersebut, seseorang akan memerlukan waktu
yang sangat lama. Untuk mencapai kualifikasi keprofesian sempurna lazimnya
tidak kurang dari lima tahun lamanya, ditambah dengan pengalaman praktek
terbimbing hingga tercapainya suatu tingkat kemandirian secara penuh dalam
menjalankan profesinya. Pendidikan keprosian termaksud lazimnya dilaksanakan
pada jenjang pendidikan tinggi, dengan proses pemagangannya sampai batas waktu
tertentu dalam bimbingan para seniornya.
4.
Profesinya Sudah Di Akui Oleh Kelompok
Yang Bersangkutan
Kinerja pelayanan itu demikian
cermat secara teknis sehingga kelompok (asosiasi) profesi yang bersangkutan
sudah sudah memberikan jaminan bahwa anggotanya dipandang mampu untuk
melakukannya sendiri tugas pelayanan tersebut, apa yang seyogyanya dilakukan
dan bagaimana menjalankannya, siapa yang seyogyanya meberikan izin dan lisensi
untuk melaksanakan kinerja itu. Individu-individu dalam kerangka kelomok
asosiasinya pada dasarnya relatif bebas dari pengawasan, dan secara
langsung mereka menangani prakteknya. Dalam hal menjumpai sesuatu kasus yang
berbeda diluar kemampuannya, mereka membuat rujukan (referral) kepada orang
lain dipandang lebih berwenang, atau membawanya kedalam suatu panel atau
konferensi kasus ( case converense).
5.
Pelaksana Praktisi Professional
Harus Bertanggung Jawab Terhadap Tindakannya
Konsekuensi dari otonomi yang
dilimpahkan kedapa seorang tenaga praktisi profesional itu, maka berarti pula
ia memikul tanggung jawab pribadinya harus secara penuh. Apapun yang terjadi,
seperti dokter keliru melakukan diagnosis atau memberikan perlakuan terhadap
pasiennya atau seorang guru yang keliru menangani permasalahan siswanya, maka
kesemuanya itu harus dipertanggungjawabkannya, serta tidak selayaknya
mnudingkan atau melemparkan kekeliruannya kepada pihak lain.
6.
Pelayanan Yang Di Berikan Seorang
Professional Harus Mementingkan Pelayanan
Mengingat pelayanan profesional itu
merupakan hal yang amat esensial (dipandang dari pihak masyarakat yang
memerlukannya) maka hendaknya kinerja pelayanan tersebut lebih mengutamakan
kepentingan pelayanan pemenuhan kebutuhan tersebut, ketimbang untuk
kepentingan perolehan imbalan ekonomis yang akan diterimanya. Hal itu bukan berarti
pelayanan profesional tidak boleh memperoleh imbalan yang selayaknya. Bahkan
seandainya kondisi dan situasi menuntut atsu memanggilnya, seorang profesional
itu hendaknya bersedia memberikan pelayanan tanpa imbalan sekalipun.
7.
Masyarakat Mengakui Organisasi
Pelaksana Profesi
Mengingat pelayanan itu sangat
teknis sifatnya, maka masyarakat menyadari bahwa pelayanan semacam itu hanya
mungkin dilakukan penanganannya oleh mereka yang kompeten saja. Karena
masyarakat awam yang kompeten yang bersangkutan, maka kelompok(asosiasi) para
praktisi itu sendiri satu-satunya institusi yang seyogyanya menjalankan peranan
yang ekstra, dalam arti menjadi polisi atau dirinya sendiri, iyalah mengadakan
pengendalian atas anggotanya mulai saat penerimaannya dan memberikan sanksinya
bilamana diperlukan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran terhadap kode
etikanya.
8.
Pelaksana Profesi Haruslah Memengang
Teguh Kode Etiknya
Otonomi yang dimiliki dan dinikmati
oleh organisasi profesi dengan para anggotanya seyogyanya disertai kesadaran
dan iktikad yang tulus baik pada organisasi maupun pada individual anggotanya
untuk memonitor perilakunya sendiri. Mengingat organisasi dan sekaligus juga
anggotanya harus menjadi polisi atas dirinya sendiri maka hendaknya mereka
bertindak sesuai dengan kewajiban dan tuntunan moralnya baik terhadapklien
maupun masyarakatnya. Atas dasar itu, adanya suatu perangkat kode etika yang
telah disepakati bersama oleh yang bersangkutan seyogyanya membimbing hati
nuraninya dan mempedomani segaa tingkah lakunya.
B.
SYRAT-SYARAT PROFESI
Robert w. Richey (Arikunto,
1990:235) mengemukakan ciri ciri dan syrat-syarat profesi secara umum sebagai berikut:
1. Lebih mementingkan pelayanan
kemanusiaan yang ideal dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
2. Seorang pekerja profesional, secara
aktif memerlukan waktu yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta
prinsip-prinsip pengetahuan kusus yang mendukung keahliannya.
3. Memiliki kualifikasi tertentu untuk
memasuki profesi tersebut serta mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan
jabatan.
4. Memiliki kode etik yang mengatur
keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara kerja.
5. Membutuhkan suatu kegiatan
intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat
meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri dalam profasi, serta kesejahteraan
anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk
kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.
8. Memandang profesi suatu karir hidup
(alive career) dan menjadi seorang anggota yang permanen.
Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Khusus untuk jabatan guru,
sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National
Education Association (NEA) yang menyarankan criteria berikut.
1.
Jabatan Yang Melibatkan Kegiatan Intelektual.
Mengajar melibatkan upaya-upaya yang
sifatnya di dominasi kegiatan intelektual . lebih lanjut dapat diamati, bahwa
kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi
persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh karena itu mengajar
seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (stinnett dan huggett, 1963).
2.
Jabatan Yang Menggeluti Suatu Batang Tubuh Ilmu Yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli
pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan
mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi
menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dan melindungi masyarakat
dari penyalahgunaan, amatiran, dan tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang
ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada kesepakatan dalam bidang ilmu khusus
yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and
Levine, 1984).
Mereka yang bergerak di bidang
pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang
khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya,
ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu kusus
yang di jabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mengajar adalah
suatu sains (science), sementara kesempatan kedua mengatakan bahwa mengajar
adalah suatu kiat (art) (Stinnet dan huggett,1963). Namun, dalam
karangan-karangan yang di tulis dalam Encyclopedia of educational pesearch,
misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif
mengembangkan batan tubuh ilmu khususnya. Sebaliknya masih ada juga yang
berpendapat bahwa pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya
tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a bodi of knowledge
samar-samar (sanusi et al., 1991). Sementara itu ilmu pengetahuan tingkah laku
(behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat di
bimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensief dan menggunakan
metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih
banyak yang belum teruji falidasinya dan yang di setujui di sebagian besar
ahlinya (gldeonse, 1982, dan woodring, 1983).
Untuk melangkah pada jabatan
professional, guru harus mempunyai pengaruh cukup besar dalam membuat keputusan
tentang jabatannya sendiri. Organisasi guru harus mempunyai kekuasaan dan
kepemimpinan yang potensial untuk bekerja sama, dan bukan di dikte dengan
kelompok yang berkepentingan misalnya oleh lembaga pendidikan guru.
3.
Jabatan Yang Memerlukan Persiapan Professional Yang Lama (Bandingkan Dengan
Pekerjaan Yang Memerlukan Latihan Umum Belaka).
Yang membedakan jabatan professional
dengan nonprofessional antara lain adalah penyelesaian pendidikan melalui
kurikulum, yaitu ada yang di atur universitas / institut atau melalui
pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah yang
pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi di sediakan untuk jabatan
professional, sedangkan yang ke dua, yakni pendidikan melalui pengalaman
praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah di peruntukkan bagi
jabatan yang nonprofessional (Ornstein dan Levine,1984). Tetapi jenis ke dua
ini tidak ada lagi di Indonesia.
Anggota kelompok guru dan yang
berwenang didepartemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan
professional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang.
Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perguruan tinggi yang
terdiri dari pendidikan umum, professional, dan khusus, sekurang-kurangnya 4
tahun bagi guru pengulang, atau pendidikan persiapan professional di LPTK.
Namun sampai sekarang di Indonesia ternyata masih banyak guru yang lama
pendidikan mereka sangat singkat, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat
jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
4.
Jabatan Yang Memerlukan ‘Latihan Dalam Jabatan’ Yang Berkesinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukkan
bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, sebab hamper setiap tahun guru
melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapat
penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
5.
Jabatan Yang Menjanjikan Karier Hidup Dan Keanggotaan Yang Permanen.
Di luar negeri barang kali syarat
jabatan guru sebagai karir permanen merupakan titik yang paling lemah dalam
menuntut bahwa menagajar adalah jabatan profesional. Banyak guru baru yang
pindah kerja kebidang lain, yang lebih banyak menjanjikan bayaran yang lebih
tinggi. Di Indonesia kelihatannya tidak begitu banyak guru yang pindah kebidang
lain walaupun bukan berarti pula bahwa jabatan guru di Indonesia mempunyai pendapatan
yang tinggi. Alasannya munkin karena lapangan kerja dan sistem pindah jabatan
yang agak sulit. Dengan demikian kriteria ini dapat dipenuhi oleh jabatan guru
di Indonesia.
6.
Jabatan Yang Menentukan Baku (Standar) Sendiri.
Karena jabatan guru menyangkut hajat
orang banyak, maka baku untuk jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh
anggota profesi sndiri, terutama di Negara kita. Baku jabatan guru masih sangat
banyak di atur oleh pihak pemerintah, atau pihak lain yang menggunakan tenaga
guru tersebut seperti yayasan pendidikan swasta.
Dalam setiap jabatan profesi setiap
anggota kelompok di anggap sanggup untuk membuat keputusan professional
berhubungan dengan iklim kerjanya. Para professional biasanya membuat peraturan
sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan
dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan
pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan (kliennya). Sebetulnya
pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi karena membatasi kekuasaan
profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein dan Levine,1984).
Otonomi professional tidak berarti
bahwa tidak ada sama sekali control terhadap professional sebaliknya, ini
berarti bahwa control yang memerlukan kompetensi teknis hanya dapat di lakukan
oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan professional dalam hal itu.
7.
Jabatan Yang Mementingkan Layanan Diatas Keuntungan Pribadi.
Jabatan mengajar adalah jabatan yang
mempunyai nilai sosial yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik
akan sangat berperan mempengaruhi kehhidupan yang lebih baik dari warga Negara
masa depan.
Jabatan guru telah terkenal secara
universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan
untuk membanu orang lain, buakn disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau
keuangan oleh sebab itu , tidak perlu diragukan lagi bahwa persyaratan ketujuh
ini dapat dipenuhi dengan baik
8.
Jabatan Yang Mempunyai Organisasi Profesional Yang Kuat Dan Terjalin Erat.
Semua profesi yang di kenal mempunyai
organisasi professional yang kuat untuk dapat menadahi tujuan bersama dan
melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kreteria
ini dan dalam hal lain belum di capai. Di Indonesia telah ada persatuan guru
republic Indonesia (PGRI) dan ada pula ikatan sarjana pendidikan Indonesia
(ISPI).
Berdasakan analisis ini tampaknya
jabatan guru belum sepenuhnya dapat di ketegorikan sebagai suatu profesi yang
utuh, dan bahkan banyak orong sependapat bahwa guru hanya jabatan
semiprofessional atau profesi yang baru muncul karena belum semua cirri-ciri di
atas yang dapat di penuhi.
Robert B. Howsan et al. (1976)
menulis bahwa guru harus di lihat sebagai profesi yang baru muncul dank arena
itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofessional, malahan
mendekati status jabatan profesi penuh. Oleh sebab itu, dapat dikatakan jabatan
guru sebagian tapi bukkan seluruhnya, adalah jabatan professional, namun sedang
bergerak kearah itu. Di Indonesia dapat merasakan jalan kearah itu mulai di
tapaki. Selain itu juga guru di beri penghargaan oleh pemerintah melalui
keputusan Menpan no.26 tahun 1989 denagn memberikan tunjangan fungsional
sebagai pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesadaran umum akan besarnya
tanggung jawab seorang guru serta berbagai pandangan masyarakat terhadap
peranannya telah mendorong para tokoh dan ahli pendidikan untuk merumuskan
ruang lingkup tugas, tanggung jawab dan kualifikasi yang seharusnya dipenuhi
oleh guru, sebagai pengajar guru mempunyai tugas menyelenggarakan proses
belajar-mengajar tugas yang mengisi porsi terbesar dari profesi keguruan ini
pada garis besarnya meliputi minimal empat pokok, yaitu :
1. menguasai bahan pengajaran
2. merencanakan program belajar-mengajar
3. melaksanakan, memimpin dan mengelola proses
belajar-mengajar serta,
4. menilai dan mengevaluasi kegiatan belajar-mengajar
Jabatan guru merupakan jabatan
Profesional, dan sebagai jabatan profesional, pemegangnya harus memenuhi
kualifikasi tertentu. Kriteria jabatan profesional antara lain bahwa jabatan
itu melibatkan kegiatan intelektual, mempunyai batang tubuh ilmu yang khusus,
memerlukan persiapan lama untuk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan
yang berkesinambungan, merupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen,
menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi
profesional, dan mempunyai kode etik yang di taati oleh anggotanya.
Jabatan
guru belum dapat memenuhi secara maksimal persyaratan itu, namun
perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk terpenuhinya persyaratan
tersebut. Usaha untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen
dari guru sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga, oleh
kebijaksanaan pemerintah
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas (2003)
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Dokumentasi Depdiknas.
Depdiknas (2005) Undang-undang Guru dan Dosen. Bandung: Adicita Karya Nusa.
Depdiknas (2007) Pedoman Penilaian Guru dalam Jabatan. Jakarta: Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Depdiknas (2005) Undang-undang Guru dan Dosen. Bandung: Adicita Karya Nusa.
Depdiknas (2007) Pedoman Penilaian Guru dalam Jabatan. Jakarta: Direktorat Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Dari
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Suryamihardja,
basuni. 1986. PGRI sebagai organisasi profesi bagi guru. Bandung : IPBI.
Nasution,
s.. 1987. Sejarah pendidikan Indonesia. Bandung : penerbit jermars.
Soetjipto,
2000. Profesi keguruan. Jakarta : rineka cipta.
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/konsep-profesi-keguruan http://ilmuwanmuda.wordpress.com/profesi-keguruan/